Selamat Datang di Blog Kami Tri Sumono - Tukang Sapu Jadi Milyuner ~ ENTREPRENEUR.SGC_2014

Jumat, 14 Februari 2014

Tri Sumono - Tukang Sapu Jadi Milyuner


Roda itu berputar, terkadang diatas dan terkadang dibawah. Begitulah kehidupan ini. Kiasan ini pas sekali untuk menggambarkan apa yang telah dialami Pak Tri dan keluarganya. Tri Sumono adalah seorang pengusaha yang memiliki berbagai usaha yaitu peternakan, perkebunan jahe, pertanian padi dan masih banyak lagi. Memang usaha Pak Tri belumlah sebesar Yusuf Kalla atau Aburizak Bakrie namun patut diacungi jempol. Melalui CV 3 Jaya miliknya, ia bermetamorfosa dari seorang tukang sapu menjadi seorang pengusaha yang terbilang cukup sukses.

Tri Sumono dilahirkan di Gunung Kidul tanggal 7 Mei 1973. Ia hanyalah seorang lulusan SMA. Tri Sumono lalu hijrah ke Jakarta dengan harapan dapat memperoleh pekerjaan dan penghidupan yang layak. Dengan berbekal ijazah SMA dan beberapa kaos di tas ia mencari pekerjaan di Jakarta. Ia sadar bahwa lulusan SMA tak mungkin bisa bekerja di kantoran.

Sesampainya di Jakarta ia menerima pekerjaan apapun agar bisa membeli makanan. Ia menjadi kuli bangunan di Ciledug-Jakarta Selatan. Hanya beberapa bulan saja ia bisa bertahan sebagai buruh kasar. Kemudian ia mendapat tawaran bekerja sebagai tukang sapu di sebuah kantor di Palmerah – Jakarta Barat.
Sebagai tukang sapu tentu lebih ringan dari pada sebagai kuli bangunan. Karena kerajinannya dalam bekerja, ia kemudian diangkat menjadi office boy. Tri Sumono termasuk orang yang gemar bersyukur sehingga nikmatnya selalu ditambah oleh yang Maha Kuasa.

Tak perlu menunggu waktu lama, Tri Sumono kemudian diangkat menjadi tenaga pemasar hingga menjadi penanggungjawab di gudang. Ia juga seorang yang ulet. Ketika hari libur, ia mencari penghasilan tambahan dengan menjual aksesoris seperti jepit rambut dan kalung di Stadion Gelora Bung Karno. Pak Tri melakukan ini selama 4 tahun dengan bermodal uang 100 ribu rupiah.

Memutuskan Menjadi Pengusaha

Saat berjualan tersebut ia berfikir bahwa ternyata hasil dari berdagang jauh lebih menjanjikan dari pada jadi karyawan yang gajinya sedikit dan sulit naiknya. Akhirnya ia mengambil keputusan keluar dari pekerjaannya dan memilih fokus berjualan aksesoris.

Bisnis aksesorisnya lama-kelamaan menjadi besar sampai ia bisa memiliki stand di Mall Graha Cijantung. Karena keuletannya ini ia juga bisa menabung uang dan membeli rumah di Perumahan Pondok Ungu. Di rumah ia juga membuka toko sembako. Saat itu perumahannya masih sangat sepi sehingga tokonya belum ramai pembeli. Tri Sumono tak kehilangan akal. Disebelah rumahnya masih ada tanah kosong, ia gunakan tanah tersebut untuk membuat kos-kosan yang harga sewanya miring.

Kos-kosan yang berjumlah 10 buah itu disewa oleh pedagang keliling seperti pedagang bakso dan gorengan. Sasarannya pun tepat, toko sembako miliknya kecipratan rejeki dan menjadi ramai pembeli karena harganya yang miring akhirnya toko tersebut dibuat kulakan oleh pedagang bakso dan gorengan.
Melihat ada toko sembako yang ramai, warga diluar komplek pun juga ikut berdatangan membeli di tokonya Pak Tri.

Melebarkan Sayap

Tri Sumono terus mengembangkan impiannya, ia tak mau berhenti di satu lini usaha saja, pemikrannya adalah dengan memiliki banyak usaha maka jauh lebih baik dan lebih stabil pemasukannya dibanding sedikit usaha.
Ia kemudian menangkap peluang membuat nata de coco. Dari info yang diperolehnya, nata de coco adalah sari kelapa yang difermentasikan dengan bantuan bakteri Acetobacter xylium. Ia kemudian membeli bakteri ini di LIPI Bogor. Kemudian hasil produksinya itu dipasarkan ke beberapa perusahaan minuman kemasan di JaBoDeTaBek. 

Awalnya banyak yang membeli nata de coco darinya namun lama kelamaan orderan menjadi sepi karena ternyata kualitas sari kelapanya menurun, bahkan ia akhirnya menghentikan proses produksinya.
Ia memutar otak untuk mencari tahu cara membuat sari kelapa atau nata de coco yang baik. Ia pun nekad menemui salah satu dosen IPB dan mengatakan kalau ia ingin belajar membuat nata de coco yang baik, ia juga menyatakan bersedia membayar berapapun demi memperoleh ilmu itu. 

Mulanya si dosen memandang sebelah mata mungkin dalam hatinya berkata tak mungkin orang seperti Tri Sumono yang hanya lulusan SMA bisa mencerna keterangan darinya. Namun Pak Tri tetap bersih keras ingin belajar darinya dan Pak Tri pun menang. Dosen itu mempersilahkan Pak Tri untuk belajar dua bulan membuat nata de coco yang berkualitas. Setelah ilmunya dirasa cukup, Pak Tri pun mulai memproduksi lagi dan menawarkan nata de coco hasil produksinya ke beberapa perusahaan.

Hasilnya sangat memuaskan. Banyak perusahaan minuman yang membeli sari kelapa darinya. Ia langsung memproduksi 10.000 nampan sekaligus dengan nilai 70 juta rupiah. Saat ini kondisinya terbalik, banyak perusahaan yang antri membeli sari kelapa dari Tri Sumarmo.

 Dalam satu bulan, omset usahanya bisa mencapai 500 juta sampai satu miliar. Benar-benar keajaiban itu ada. Seorang tukang sapu lulusan SMA telah menjelma menjadi miliarder jika memiliki impian dan terus berusaha mengejar impian itu. Usaha Tri terus berdiversivikasi ke perkebunan jahe dan pertanian padi serta jual beli properti.

Sekali lagi pepatah yang menagtakan “Sukses itu hak setiap orang” telah terbukti di hidup Tri Sumono, pemilik CV 3 Jaya.

Semangat Tri Sumono

Direktur UKM Centre Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Sisdjiatmo K. Wirdhaningrat (kiri) bersama Tri Sumono dalam workshop “Menjadi Usaha Kreatif Miliaran”
“Belajar Goblok untuk Jadi Miliarder” menjadi topik yang dibahas oleh Tri Sumono, seorang mantan tukang sapu yang kini beromzet 1,5 miliar Rupiah dari perusahaan kopi jahe yang dimilikinya. Topik tersebut dibahas tuntas dalam sebuah workshopyang diadakan oleh UKM Centre Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Kamis (22/08/2013).
Tri Sumono, seorang lulusan SMA yang selalu mendapatkan ranking terakhir di kelas, berasal dari Gunung Kidul, Yogyakarta. Selepas tamat SMA, Tri, begitu ia kerap di sana, ikut orang ke Jakarta. Tahun 1994, Tri Sumono menjadi tukang sapu di kantor Kompas Gramedia. Tri pun pernah menjabat sebagai cleaning service, serta office boy. Hingga hari ini pun Tri masih bekerja di Kompas Gramedia, yakni di bagian marketing.
Sepuluh perusahaan yang dimilikinya bergerak di berbagai sektor dagang yang berbeda. Yakni, toko sembako, bisnis sewa rumah kontrakan, pertanian, perkebunan, jasa pengemasan, kue kering, toko beras, counter es krim, peternakan hewan, hingga perusahaan kopi jahe ‘Hootrii’.
Selama workshop berlangsung, Tri Sumono tak ragu membagikan resep alias kunci sukses berbisnis kepada pelaku UKM di Jabodetabek yang menjadi peserta.
1.   “Bisnis itu ada tiga proses”
Setelah berpuluh-puluh tahun menjalankan berbagai macam usaha, Tri menyimpulkan bahwa ada tiga proses ketika menjalankan kegiatan bisnis. Yakni, mendengar, memahami, dan melakukan.
“10% itu mendengar, 20% memahami, 70% melakukan. Yang 70% ini yang paling penting,” kata Tri saat menjadi pembicara workshop bertajuk “Menjadi Usaha Kreatif Miliaran”.
Tri Sumono, tokoh from zero to hero
2.   “Kesungguhan dalam diri itu segala-galanya”
Tri kemudian menceritakan pengalaman bisnisnya pertama kali. “Waktu itu gelar karpet di Senayan jualan jepitan. Saya bilang sama istri, kalau jam 12 siang belum dapat 300 ribu, nggak mau makan. Istri saya sampai nangis karena lapar. Setengah jam kemudian, perlahan omzetnya naik. Peristiwa itu jadi titik balik kesungguhan diri,” Tri memaparkan.
Menurut Tri, hal yang penting dalam berbisnis adalah bagaimana seseorang mau dan langsung melakukan bisnis hingga ‘nalurinya’ terbentuk. “Bisnis itu santai saja karena butuh bawah alam sadar kita yang bekerja. Yang penting menemukan nalurinya dulu,” pria berusia 40 tahun ini menambahkan.
3.   “Biasanya bisnis itu nggak jadi (gagal) karena nggak komitmen”
Salah satu gejala tidak adanya komitmen untuk berbisnis adalah berhenti bangkit karena berbagai macam alasan. Menurut Tri, punya banyak alasan itu musuh bagi pengusaha.
“Bisnis ini cuma ilmu kebiasaan. Orang kita (Indonesia) saja yang ndak mau membiasakan hal-hal yang unik,” ujar Tri sambil terkekeh.
4.   “Akal yang bermain di sebuah bisnis”
Pemilik ladang padi seluas lima hektar ini menyarankan kepada peserta workshopbahwa usaha itu tidak perlu yang rumit-rumit. Selain itu, akal pun punya peran dalam menjalankan sebuah bisnis.
“Saya menyewakan kontrakan kepada pedagang kaki lima, seperti tukang baso dan pedagang asongan. Satu kamar boleh isinya berapa (orang) saja. Mau satu, dua, lima, terserah. Makin banyak orangnya, makin banyak ‘kan yang membeli ke toko sembako yang dikelola istri saya,” kata Tri yang mendapatkan omzet sepuluh juta dari jasa sewa rumah kontraknya.
5.   “Harus tahu karakter bisnisnya seperti apa”
Dengan mengetahui profil atau karakteristik masing-masing lini usahanya, ayah dari seorang anak ini bisa membedakan mana hal yang penting dan mana yang tidak. Sehingga, ia bisa memutuskan langkah apa yang perlu ia lakukan di prioritas awal.
Hal ini juga membantunya ketika menghadapi kendala. “Kendala itu berarti ada yang kurang di diri kita, ini perlu dibenahi,” papar Tri.
6.    “Harus punya target”
Apapun jenis usaha, cara menjual, dan produk yang didagangkan, pengusaha wajib punya target. “Jangan asal jualan saja. Misalnya, kita tahu bisnis ini dalam satu tahun mau dibawa ke mana,” Tri menambahkan.
Selain itu, sebaiknya setiap pengusaha membuat siklus jelas dalam usaha yang dimilikinya. Sehingga, ia bisa memantau di mana letak kerugian atau tahapan yang memiliki pergerakan yang lamban. Selain itu, pengusaha juga bisa melihat uangnya lari ke mana.
“Misalnya, kontrakan. Ada lingkarannya, dari operasional, perilaku kontrakannya (disewakan per bulan atau tahun), sampai strateginya,” kata Tri.
7.   “Usaha bisa stabil dan terus berkembang dengan adanya inovasi”
Tri yakin, setiap pengusaha yang berani berbisnis berarti berani pula berinovasi. Inovasi tak perlu yang terlalu tinggi kata Tri. Sebagai contoh, ia memperbaiki kemasan kopi jahe dan memperluas jangkauan konsumen.
Salah satu poin penting yang selalu ditekankan Tri Sumono adalah komitmen.
“Pokoknya lakukan terus-terusan. Yang membuat (bisnis) nggak berhasil hanya komitmen. Keinginan yang gigih bisa menaklukan segala-galanya. Bisnis kalau sudah ketemu jati dirinya pasti maju,” tutup Tri Sumono.

Analisa Usaha Pak TRI SUMONO

1.    ANALISA SWOT
·         Strength (Kekuatan)
Kekuatan dari produk Hootrie” beliau adalah
a.    Disukai berbagai kalangan karena enak
b.    Cocok diminum saat udara dingin
c.    Harganya murah
d.    Kualitasnya baik
e.    Rasanya khas

·         Weakness (Kelemahan)
Kelemahan dari produk ini adalah
a.    Kemasan kurang menarik

·         Opportunity (Peluang)
a.    Hanya sedikit produsen yang menjual kopi jahe
b.    Target pembeli mudah didapatkan
c.    Banyak konsumen yang menyukai kopi
d.    Modal tidak terlalu mahal
e.    Bahan mudah didapatkan

·         Threat (Ancaman)
a.    Banyak pesaing yang menjual produk yang sama
b.    Perlu iklan yang sangat menarik untuk memasarkannya

2.    ANALISIS 4P
·         Product (Produk)
Produk yang beliau jual adalah Hootrii yang merupakan salah satu varian kopi dalam sachet dengan sensasi rasa jahe yang hangat di badan, sehingga membuat konsumen menjadi nyaman saat meminumnya. Tujuannya agar konsumen bisa menikmati kopi dengan variasi yang berbeda.
·         Price (Harga)
Produk kopi jahe “Hootrie” beliau dijual dengan harga Rp 1.000,- / sachet.
·         Promotion (Promosi)
Promosi dilakukan dengan cara mencari mitra kerja di berbagai daerah di Indonesia. Selain itu, Pak Tri telah menggunakan internet sebagai media promosinya. Kemasannya yang menarik dan juga berkuaitas dapat membuat konsumen semakin yakin untuk membeli. Tayangan biografi Pak Tri pun turut menjadi media promosi.
·         Place (Tempat)
Tempat yang beliau pilih adalah Kota Jakarta dan sekitarnya. Beliau juga mencari mitra kerja berupa agen-agen yang tersebar di seluruh Indonesia, sehingga beliau bisa mendapat konsumen dari seluruh penjuru Indonesia.

0 komentar: